KONON jodoh bagaikan rezeki. Kadang datang tanpa di duga, kadang juga
susah untuk dicari walau telah berusaha mengejarnya. Jodoh meruapakan
suatu hal yang ibratnya sangat dibutuhkan. Mengapa? Karena hidup di
dunia ini serba berpasangan. Maka tak heran, ketika seseorang telah
merasa dirinya siap untuk menjalin keluarga, merasa gelisah ketika orang
yang akan menjadi pendampingnya itu tak kunjung tiba.
Pada masa lalu, seseorang biasanya akan dijodohkan oleh orangtuanya.
Menurut kebanyakan orang, pilihan orangtua itu yang paling tepat. Karena
orangtua pasti akan mencari orang yang terbaik bagi anak tercintanya.
Sehingga, orangtua akan menyeleksi secara detail, baik itu dari bibit,
bebet maupun bobotnya.
Biasanya, orangtua yang melakukan perjodohan itu memiliki niat untuk
menjalin silaturahmi dengan keluarga yang akan berbesan dengannya.
Sehingga, tak sedikit orang yang melakukan perjodohan itu, mengalami
keadaan rumah tangga yang tentram dan harmonis. Bahkan, langgeng hingga
ajal memisahkan keduanya.
Tapi, tak sedikit pula orang tua yang memiliki niatan kurang baik.
Yakni, orangtua yang melihat seseorang dari harta dan tahtanya saja.
Biasanya, orang tua yang seperti ini, cenderung memaksakan kehendak
kepada anaknya, agar ia mau mengikuti perintahnya. Sehingga, tak sedikit
pula, pasangan yang dijodohkan dengan niat seperti itu berakhir secara
stragis. Ini semua terjadi akibat tekanan batin dari keduanya yang
memang tidak mendasari rumah tangga atas cinta dan kasih sayang.
Namun, pada masa sekarang ini, perjodohan dianggap suatu hal yang
jadul atau kuno. Bahkan, hal itu menjadi suatu sindiran dengan ungkapan
zaman Siti Nurbaya. Pengaruh dari luar dan budaya telah mengubah
pandangan masyarakat. Mencari pasangan sendiri lebih disukai karena
sesuai dengan pilihan hati.
Akhirnya, orangtua kini menyerahkan sepenuhnya kepada anak. Maka,
muncullah tradisi “pacaran” . Dalam perkembangannya pacaran yang tadinya
ingin mencari jodoh itu, malah diselewengkan. Kini, hal tersebut
dijadikan sebagai senang-senang dengan lawan jenis tanpa ikatan dan
komitmen yang jelas. Bahkan, belakangan batasan tentang interaksi
antarpacar menjadi semakin permisif dengan titik ekstrim, berzina.
Pacaran sebagai cara mencari jodoh menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat
mempunyai kelemahan. “Menurut saya, ketika orang berpacaran, maka pada
saat itu mereka menjadi buta. Biasanya yang jelek pun jadi terlihat
baik. Cinta membuat semua keburukan akan terlihat baik-baik saja.
Katakanlah kebaikannya ada 3, kejelekannya ada 9, bisa-bisa yang
kelihatan cuma yang 3 itu saja. Pacaran juga bukan jaminan rumah
tangganya akan baik. Ada yang sudah pacaran 10 tahun, terus tidak jadi
menikah. Semakin lama pacaran kan bikin bosan semua. Dalam agama
sebenarnya pacaran tidak diperbolehkan. Apalagi dengan gaya pacaran
sekarang yang cenderung serba bebas,” kata Zakiah menjelaskan lebih
lanjut.
Lalu bagaimana solusi terbaiknya? Cara terbaik untuk mengatasi hal
seperti ini ialah dengan cara berikhtiar dan jangan lupakan doa. Dengan
begitu, insya Allah, Allah akan memudahkan urusan kita dalam hal
pencarian jodoh ini. Kalau pun tidak secepat seperti apa yang kita
inginkan, pasti ada hikmah di balik itu. Yakinlah dan berpikir positif
dengan cara yakin bahwa janji Allah itu tidak pernah dusta. [Sumber:
Ummi Wanita Berpolitik No 01/XI Mei-Juni 1999/1420 H]